Jumat, 23 Maret 2012
Tutur Tinular pro'97 vs Tutur Tinular versi 2011
Tutur Tinular merupakan sebuah cerita yang mengetengahkan kisah kehidupan anak manusia dengan segenap liku-likunya yang berlatar jaman kerajaan Singasari hingga berdirinya kerajaan Majapahit.
Tutur Tinular memiliki makna menyebarkan ilmu dengan cara bertutur.
Cerita ini ditulis oleh S. Tijab, dan menjadi sebuah fenomena saat diangkat menjadi sandiwara radio yang populer pada tahun '80an. Penggarapan sandiwara radio ini terkesan sangat total, sehingga para pendengarnya seolah diajak untuk menjelajahi imajinasinya berkelana mengikuti alur cerita, kendati hanya melalui sarana audio saja.
Kesuksesan berturut-turut pun mengiringi cerita ini saat diangkat ke layar lebar maupun layar perak. Para pecinta Tutur Tinular sangat antusias menyambut visualisasi cerita kesayangan mereka yang sebelumnya hanya didengar lewat suara.
Keaslian cerita, setting tempat yang bagus, penempatan karakter yang sangat pas, musik latar yang indah ditambah adegan-adegan silat yang mengagumkan, menjawab segala imajinasi visual Tutur Tinular yang sebelumnya hanya bisa didengarkan saja. Tak ayal, Tutur Tinular benar-benar meninggalkan kesan yang mendalam di benak segenap pecintanya.
Sebuah karya yang sangat fenomenal, karena jarang sekali remake sebuah cerita yang dibuat berkali-kali akan sama-sama menuai kesuksesan.
Sehingga Tutur Tinular pun layak dinobatkan sebagai trade mark bagi masyarakat Indonesia.
14 tahun berlalu semenjak Tutur Tinular terakhir kali wara-wiri di layar kaca. Hingga di penghujung tahun 2011, sebuah stasiun televisi swasta mempromosikan tayangan terbarunya. Tutur Tinular Versi 2011, begitu judulnya.
Masyarakat pecinta Tutur Tinular pun bersorak karena kerinduan akan cerita kesayangannya segera terobati. Apalagi saat melihat thriller-nya ditampilkan adegan-adegan yang cukup menarik.
Namun apa lacur, alih-alih ingin mengobati kerinduan, mereka malah harus menelan kekecewaan. Tutur Tinular kebanggaan mereka kini bermetamorforsis menjadi sinetron penuh intrik dan mistik disertai tokoh-tokoh yang diambil dari cerita lain. Cerita bermuatan sejarah itu kini berubah menjadi cerita murahan tak ubahnya sinetron-sinetron bergaya hedonis yang tiap malam meracuni masyarakat.
Karena Tutur Tinular versi 2011 berupa sinetron, maka acara perdebatan untuk membandingkannya dengan sinetron versi sebelumnya yang diproduksi tahun 1997 pun muncul. Dan dunia maya pun dijadikan ajang perdebatan untuk membandingkan keduanya. Secara kasat mata, inilah perbandingan antara sinetron Tutur Tinular pro'97 vs Tutur Tinular versi 2011
1. Cerita
Tutur Tinular pro'97 menyesuaikan cerita seperti versi novel, sandiwara radio maupun layar lebar. Mengisahkan perjalanan hidup dan pencarian jati diri seorang pemuda desa bernama Arya Kamandanu, dengan setting jaman kerajaan Singasari dan Majapahit. Kejadian-kejadian sejarah pun terangkum secara apik bersama kisah Kamandanu dengan alur yang mudah diikuti.
Sedangkan Tutur Tinular versi 2011, mengetengahkan cerita yang berbeda. Berawal dari perseteruan Manguntur dan Kurawan, kedua kadipaten yang sebenarnya adalah desa, lalu ceritanya tak jelas mau dibawa kemana. Hanya perebutan kekuasaan silih berganti dengan penuh intrik dan konflik yang itu-itu saja, ditambah kejar-mengejar cinta dengan menghalalkan segala cara, khas sinetron-sinetron hedonis.
2. Alur
Tutur Tinular pro'97 memiliki alur yang senantiasa bergerak dinamis. Kisah Kamandanu yang semula adalah pemuda desa di jaman Singasari hingga menjadi kepala prajurit pada jaman Majapahit. Semua tertata rapi dan natural.
Adapun Tutur Tinular versi 2011, alurnya hanya satu, muter-muter. Silih berganti penguasa, diusir balik lagi, diusir balik lagi, lagi-lagi khas sinetron hedonis
3. Penokohan
Dalam Tutur Tinular pro'97, semua tokoh ditempati oleh pemain-pemain yang sangat sesuai dengan karakter yang diperankan masing-masing, ditambah dubbing yang dilakukan para pengisi suara dalam sandiwara radio, sehingga karakter-karakter itu sangat menyatu dan cukup memuaskan ekspektasi masyarakat akan tokoh-tokoh yang selama ini hanya mereka dengar suaranya. Bahkan disini dihadirkan pula para pemain asli China saat menceritakan tentang tokoh yang berasal dari China.
Sedangkan dalam Tutur Tinular versi 2011, para pemain diisi oleh artis yang berlatar belakang model, ataupun pemain sinetron modern. Semua dilakukan tanpa dubbing, sehingga penempatan tokoh yang kurang pas ditambah gaya bicara yang tersentuh gaya bicara orang masa kini menghasilkan penokohan serta karakter yang kurang menyatu dengan para pemainnya. Bahkan disini ditampilkan tokoh-tokoh yang dicomot dari cerita lain, seperti Arimbi, Pangeran Bentar, Krisna, dll ditambah tokoh-tokoh kartun serta para siluman, semakin jauh dari kesan Tutur Tinular.
4. Setting tempat
Dalam Tutur Tinular pro'97, semua setting tempat tertata dengan visualisasi yang benar-benar seperti pada jamannya. Rumah penduduk, istana, hutan, bukit, sungai dan lain-lain ditampilkan dengan penggarapan yang baik dan nyaris sempurna.
Bahkan demi totalitas, negeri China pun dijadikan salah satu lokasi syuting saat harus menggambarkan cerita yang berlatar di negeri itu sekaligus bekerja sama dengan sineas-sineas lokal.
Sedangkan Tutur Tinular versi 2011, semua setting tempat terkesan mencolok dengan warna menor. Bangunan yang terbuat dari bata dengan warna pink, hutan yang tertata rapi bak taman kota, dan lain-lain sungguh menggambarkan sebuah jaman yang tidak jelas kapan terjadinya. Ditambah lagi berkali-kali terlihat tower selular, mobil lewat, serta jalanan beraspal, benar-benar menghilangkan kesan klasik pada Tutur Tinular.
5. Gaya berbusana dan dandanan
Dalam Tutur Tinular pro'97 gaya berbusana para tokoh mengikuti apa yang ada dalam bukti-bukti sejarah. Sedangkan make up terpoles seperlunya sesuai kebutuhan. Bahkan make up untuk permaisuri raja pun tidak terkesan berlebihan, begitupun aksesori yang dikenakan, semua terlihat apa adanya sesuai kehidupan pada jaman itu.
Gaya berbeda sangat mencolok dalam Tutur Tinular versi 2011. Pakaian dengan warna yang heboh, make up menor, aksesoris berlebihan, dan bahkan pakaian yang dikenakan jauh melampaui jamannya, lebih terlihat seperti pakaian jaman kerajaan Mataram dan sedikit ke-India-India-an. Bedak tebal kerap kali tercetak dengan jelas di wajah para pemain pria, terkesan seperti para ksatria flamboyan yang hobi dandan.
6. Tata musik
Musik pengiring merupakan salah satu unsur penting dalam sebuah drama. Dan Harry Sabar, sang penata musik Tutur Tinular pro'97 sangat berhasil membuat alunan musik pengiring yang benar-benar mampu menghidupkan cerita tersebut.
Sedangkan musik pengiring untuk Tutur Tinular versi 2011, jauh dari kesan musik pengiring sebuah drama kolosal klasik. Memang, ada beberapa musik yang terdengar lumayan, namun yang tidak pas justru lebih banyak. Kadang adegan berkelahi, musiknya seperti musik odong-odong. Ditambah lagu-lagu hasil 'adaptasi' lagu-lagu luar negeri seperti Haw Syang, Tere Liye, dll.
7. Trik kamera dan spesial efek
Pada Tutur Tinular pro'97, trik kamera yang dilakukan nyaris sempurna. Pada adegan-adegan terbang, tak satupun terlihat tali untuk dipakai melakukan adegan tersebut. Begitupun saat harus memakai stuntman ketika adegan fighting, hampir tidak terlihat bahwa stuntman lah yang melakukan adegan tersebut, selain itu stuntman memang sangat jarang dipakai dalam sinetron ini dan hanya digunakan pada beberapa tokoh saja. Untuk spesial efek, dalam sinetron ini tidak terlalu banyak menggunakan efek komputer, kecuali untuk adegan fighting dengan pedar-pedar cahaya. Dan selebihnya cukup memaksimalkan properti maupun trik make up, sehingga lebih terlihat natural.
Tutur Tinular versi 2011? Jangan tanya. Trik kamera saja masih kalah jauh dengan film-film tahun '80 an. Tali yang sering terlihat saat adegan terbang, stuntman yang jelas terlihat ditambah efek komputer yang terkesan 'maksa'.
8. Adegan silat
Dalam Tutur Tinular pro'97, semua adegan silat dikemas dengan sangat bagus. Setiap jurus silat, memiliki gaya dan gerakan yang berbeda satu sama lain. Jurus Naga Puspa ciptaan mpu Gandring yang kemudian diwarisi Kamandanu, Ajian Segoro Geni milik mpu Tong Bajil, Tapak Wisha milik Dewi Sambi, Jurus Lengan Seribu milik Sakawuni serta Kidung Pamungkas milik Arya Dwipangga. Semua jurus ini memiliki tahapan dasar hingga jurus pamungkas.
Dan sekitar 95% para pemain melakukan adegan fighting secara langsung.
Kemungkinan para pemain ini memang memiliki basic ilmu bela diri sehingga tidak perlu memakai stuntman saat beradegan fighting.
Sedangkan adegan fighting dalam Tutur Tinular versi 2011 tidak lebih hanya perkelahian biasa. Tidak ada jurus, tidak ada kuda-kuda khas jurus tertentu. Hanya tendang-tendangan, muter-muterin tangan lalu pedar cahaya pun muncul, dilemparkan ke musuh, selesai. Tertawa terbahak-bahak.
Ditambah lagi sepertinya pemain-pemainnya memang tidak memiliki basic ilmu bela diri. Tokoh utamanya saja beradegan fighting dengan memakai stuntman, bagaimana dengan pemain yang lain.
9. Kesan Kolosal
Dalam Tutur Tinular pro'97, aroma kolosal jelas sangat terasa. Pada saat terjadi penyerbuan dan perang besar dengan prajurit yang mencapai ribuan, maka yang terlihat adalah prajurit yang benar-benar berjumlah ribuan.
Sedangkan dalam Tutur Tinular versi 2011, kesan kolosal sama sekali tidak terasa. Adegan perang yang katanya dengan pasukan besar, nyatanya masih kalah banyak dengan demonstrasi ataupun tawuran. Malah untuk pemeran prajurit Kurawan, kadang juga terlihat mejeng menjadi prajurit Manguntur dan Banyu Biru bahkan kadang juga tampil sebagai rakyat biasa dan menjadi tabib atau peran-peran lainnya.
10. Pembelajaran dan Nilai Sejarah
Tutur Tinular, sesuai dengan maknanya memanglah harus mengandung unsur pembelajaran melalui cerita dan sejarah yang terjadi di dalamnya. Pembelajaran akan pentingnya mengendalikan hawa nafsu, pembelajaran mengenai tata kelola sebuah keluarga hingga sebuah negara, dan masih banyak lagi pelajaran-pelajaran lain yang kental dalam Tutur Tinular. Sandiwara radio, film, maupun sinetron Tutur Tinular pro'97 sudah berhasil menyajikannya dengan suguhan yang menarik dan tidak kaku. Hasilnya, para penikmatnya mendapat hiburan sekaligus pembelajaran yang berguna dalam kehidupan, belajar yang mengasyikkan.
Adapun Tutur Tinular versi 2011, sebenarnya kurang layak menempatkan "Tutur Tinular" sebagai judul.
Karena isinya hanya intrik-intrik yang dieksplorasi secara berlebihan, dengan alur yang seperti dikatakan disini, hanya berputar-putar. Perebutan kekuasaan, pengusiran silih berganti, mengejar-ngejar cinta dengan menghalalkan segala cara, mengingatkan kita pada sinetron yang pernah tayang berseason-season maupun sinetron-sinetron hedonis lainnya.
Bung Karno pernah mengatakan, "Jasmerah, jangan sekali-kali melupakan sejarah". Sebuah bangsa bisa besar dengan kebesaran sejarahnya. Dan cara paling mudah untuk menghancurkan sebuah bangsa adalah dengan menghapus ingatan-ingatan akan sejarahnya.
Sinetron ataupun tayangan lainnya memanglah hiburan, namun hiburan ada yang memberikan pelajaran dan ada pula yang menjerumuskan.
Jangan biarkan bangsa ini terjerumus dalam jurang yang dalam sehingga melupakan sejarahnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
setuju
BalasHapusBnyak gan Bkn cmn tutur tinular ajh yg nglantur..
BalasHapusFilm indonesia sekarang mah hampir keseluruhan kaya gitu asal jadi ajh..gayanya yg alay ceritanya jg gak jelaz,putar puter mulu.. Mngkin yg bikin film tuh sambi mabuk kali iiah.. Hhaha.. Bikin mata sepettt